ARI WULANDARI
Dosen PBSI - FKIP - Universitas PGRI Yogyakarta, web: arikinoysan.com
Bulan Desember dan Januari sering identik dengan bulan-bulan perencanaan dan pembuatan target-target. Baik oleh individu, keluarga, institusi swasta-pemerintah, perusahaan, yayasan, komunitas, dll pihak yang berkepentingan. Akhirnya banyak pula individu yang mengikuti kebiasaan itu. Bahkan ada banyak individu yang dengan terbuka menshare rencana atau target-targetnya itu di sosial media.
Ya, keberadaan sosial media di negeri kita ini memang luar biasa. Apa saja bisa dianggap boleh dishare di areal publik. Jadi saya ya cukup senang mengamati sosmed di akhir tahun begini. Karena ada banyak target orang yang sering mampir di timeline saya. Kadang saya ikut baca, kadang saya lewatkan. Kadang ada yang realistis, sering yang halu-nya kebangetan.
Baca Juga: Ini Aturan Cuti Bersama ASN Tahun 2023
Yach, itu siy sangat tergantung pada masing-masing pribadi. Tentu kalau saya ya rada mikir untuk menshare segala sesuatu yang bersifat privat begitu. Termasuk rencana dan target tahunan. Paling kalau ditanya ya, target saya sebagai penulis tentu menulis lebih banyak, lebih berkualitas, lebih banyak yang bestseller, lebih banyak yang hits rating dan box office.
Dan karena saya bukan artis atau publik figure, jadi saya merasa sah tidak terlalu ambil pusing dengan masalah update di sosmed atau web pribadi. Kalau saya pas selow ya saya update. Kalau lagi mumet deadline atau kebanyakan urusan di lapangan, ya biarkan saja beberapa saat. Paling-paling nanti admin atau manajer membantu saya memposting hal seputar buku dan film. Jadi sosmed tetap ada isiannya dan nggak bolong-bolong lama.
Kembali ke soal target atau rencana dan realisasinya memang sangat menarik untuk dibahas pada akhir tahun seperti ini. Sebagai pribadi, sebagai orang yang bekerja, tentu saya pun memiliki target dan rencana. Baik itu rencana jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek; hingga target harian yang bersifat riil dikerjakan atau tidak, terwujud atau belum atau tidak terwujud.
Baca Juga: Presiden Jokowi Umumkan Pencabutan Kebijakan PPKM
Sejak kapan saya membuat begitu? Sejak kuliah di Jogja dan harus ngekos. Jauh dari orang tua, berarti harus mengelola duit secara mandiri, mendisiplinkan diri sendiri, mengatur waktu, mengatur interaksi dan pergaulan, mengatur studi, dan banyak urusan yang semula sangat tergantung orang tua; mau tidak mau harus saya lakukan sendiri. Itu ternyata juga bukan hal yang mudah. Terutama kalau duit yang dikirim orangtua hanya pas-pasan standar saja, tidak berlebihan.
Anak kos ya harus mandiri dan disiplin dirinya kuat. Karena tidak ada yang mengawasi. Tidak ada yang meneriaki atau mengomeli. Tapi dampaknya akan langsung terasa kepada diri saya. Misalnya saja, saat itu tiap tanggal 10 saya dapat kiriman uang dari orang tua untuk biaya hidup dan kuliah selama sebulan. Lha, kalau saya bandel menghabiskan sehari saja jelas bisa. Tapi terus dari mana saya mendapatkan uang untuk bertahan hidup 29 hari lainnya? Itu yang jadi masalah.
Dari sanalah, saya mulai membuat rencana atau anggaran keuangan. Catatan saya lumayan detail untuk keuangan. Arus uang keluar masuk itu tercatat semua. Syukur alhamdulillah, sejak saat itu pun saya sudah terbiasa menabung. Saya pun mengatur ada “dana darurat” dan “dana asuransi kesehatan” untuk situasi tidak terduga dan kondisi sakit.
Artikel Terkait
Indonesia Berstatus Endemi Covid-19
Uya Kuya dan Kamaruddin Simanjuntak Dilaporkan ke Polisi Gegara Konten Ini
Berbagi Bikin Happy
Kasus Prank KDRT Akhirnya Berujung Damai
Presenter Bola Rendra Soedjono Kemalingan Usai Parkir Mobil Pinggir Jalan
Selain Gasak Isi Dompet, Pelaku Juga Bobol Kartu ATM Milik Rendra
BMKG Prediksi Sebagian Besar Wilayah Indonesia Diguyur Hujan pada Tahun Baru 2023
Momen Presiden Jokowi dan Gubernur Jabar Main Lato-lato di Subang
Kabar Duka, Pak Ogah si Unyil Meninggal Dunia
Artis Nikita Mirzani Divonis Bebas Atas Kasus Pencemaran Nama Baik