Supporter Sepak Bola Kita

- Senin, 3 Oktober 2022 | 13:07 WIB
Ari Wulandari, Dosen Universitas PGRI Yogyakarta (Hilda Arief)
Ari Wulandari, Dosen Universitas PGRI Yogyakarta (Hilda Arief)

 

 

ARI WULANDARI

Dosen PBSI - FKIP - Universitas PGRI Yogyakarta, web: arikinoysan.com

 

Hari Minggu, 2 Oktober saat saya membuka sosmed, sudah ramai timeline dengan berita duka cita sepak bola. Ada tulisan yang menyatakan korban 127 orang meninggal. Ada pula yang mencatat sudah ada 142 orang meninggal. Kemudian ada yang memposting ada 153 orang meninggal. Dan terakhir saya melihat ada yang mengabarkan sudah 182 orang meninggal.

Terbaru ada postingan korban sudah 200 orang meninggal. Jumlah korban ini, adalah hitungan yang saya dapatkan saat menulis catatan ini. Bisa jadi jumlah korban itu akan terus bertambah dengan kondisi kegawatdaruratan masing-masing dari mereka yang luka-luka.

 Baca Juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya

 Berita seputar sepak bola itu membuat hati cemas dan penasaran. Terlebih yang memposting kabar duka di sosmed tersebut, bukan jenis orang penyebar hoax. Sekurangnya berita tersebut pasti benar, meskipun jumlah angkanya bisa jadi tidak akurat lagi dengan waktu yang terkini. Seperti apa kejadiannya, saya perlu tahu lebih detail.

Saya pun lalu membaca secara scrolling acak di sosmed tentang berita duka sepak bola di Kanjuruhan, Malang. Seterusnya membuka berbagai media online untuk mencari tahu kabar lebih banyak. Dan innalillahi wa inaillahi roji’un. Duka cita yang mendalam untuk seluruh korban. Melihat angka dari waktu ke waktu, korban meninggal yang tercatat itu, saya yakin pasti akan terus bertambah. Meskipun mungkin tim medis telah mengerahkan seluruh kemampuan dan kapasitasnya untuk menangani para korban.

Baca Juga: Korban Pembantaian di Jalan Trans Bintuni-Maybrat Berhasil Dievakuasi 

Berita di media mainstream tentu saja seperti biasa tidak lepas dari kepentingan. Tentu saya melihat beragam pandangan dan pemikiran tentang peristiwa naas itu. Berbagai pendapat, saling menentukan siapa yang bersalah dan wajib bertanggung jawab, tentu tidak bisa disamaratakan. Dan itu mesti jadi urusan penyelidik sampai akhirnya nanti diputuskan siapa yang bertanggung jawab.

Namun dengan banyaknya korban yang terjadi, saya sebagai warga masyarakat kok belum menemukan satu pun (mohon dikoreksi ---mungkin saya kurang banyak mencari beritanya, cmiiw) pernyataan “permohonan maaf” dari penyelenggara. Iya dong, satu korban nyawa saja itu menjadi kesalahan.

Baca Juga: Ini Deretan Luka Memar Lesti Kejora Usai Alami KDRT 

Sebagai langkah awal ya kudu minta maaf secara terbuka, sebelum nanti ada pertanggungjawaban secara moral, hukum, dll. Apalagi ini korbannya lebih dari seratus. Bukan lagi kecelakaan, tapi tragedi karena “kelalaian” entah disengaja atau tidak disengaja.

Halaman:

Editor: Hilda Arief

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Aktor Senior Eeng Saptahadi Tutup Usia

Senin, 22 Mei 2023 | 18:03 WIB
X