Resensi Film oleh: Laura Ariesta
PenaBicara.com-Rasanya tak ada satu pun manusia yang nyaman hidup dalam peperangan atau di camp pengungsian. Namun, jika takdir sudah bicara, tak ada yang bisa menolak. Begitulah yang dialami oleh kakak beradik Sarah dan Yusra Mardini, pengungsi dari Damaskus, Suriah yang nekad melintasi samudra dengan para pengungsi lain demi menjangkau Jerman pada tahun 2015.
Kakak beradik ini di negara asalnya adalah atlet renang yang dilatih oleh ayah mereka sendiri. Namun karena kondisi di Damaskus semakin tidak aman, mereka mendesak diperbolehkan ke Jerman oleh orang tua mereka. Bersama dengan Nizar juga, sepupu lelaki mereka, ketiganya bersusah payah pergi ke Jerman untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak.
Perjalanan mereka tentu tak semulus sutra. Dari Suriah mereka terbang ke Turki, dan dari sana berusaha menyelundupkan diri ke Yunani untuk selanjutnya mencapai Jerman. Mereka harus kucing-kucingan dengan penjaga perbatasan, bahkan ditipu agen yang menyediakan perahu karet penuh tambal sulam untuk melintasi samudera nan dalam, sampai-sampai mereka yang bisa berenang terpaksa loncat dari perahu agar perahu yang diombang ambing ombak besar itu tidak tenggelam. Itu saja mereka harus merelakan barang-barang bawaan mereka dibuang ke laut demi perjalanan tetap lancar.
Baca Juga: Presiden Jokowi Minta TNI Polri Kawal Pembangunan untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat Papua
Penuh suka dan duka, bahkan sempat mengalami pelecehan seksual, mereka tiba juga di Berlin. Di sana mereka ditempatkan di barak pengungsian yang selalu ramai oleh orang-orang yang hilir mudik dan berisik. Sesuai janji ke Baba, ayah mereka, agar tetap meneruskan passion mereka di olahraga renang, Sarah dan Yusra nekad unjuk gigi di sebuah club renang agar bisa direkrut.
Namun, pada perjalanannya, Sarah semakin yakin kalau berenang bukan dunianya. Berenang adalah dunia ayah mereka, dan Yusra. Ketika mereka berhasil mendapatkan perhatian dari club renang dan bahkan dapat kamar yang layak ketimbang harus tidur di barak pengungsian, Sarah memutuskan mundur dari dunia yang ditekuninya sejak kanak-kanak. Sarah merasa harus mengikuti dorongan hatinya, yakni balik ke Lesbos, sebuah pulau di Yunani yang kerap menjadi tempat merapatnya perahu-perahu para pengungsi yang berhasil lolos dari ombak, badai, dan pengawasan.
Meski sedih harus tinggal terpisah dengan saudarinya, Yusra tak bisa menghalangi keinginan Sarah. Ia meneruskan perjuangannya sebagai atlet renang dan berhasil lolos ke Olimpiade Rio, mewakili para pengungsi dan sukses mendapatkan medali emas.
Kejutan yang tak disangka-sangka ialah, Sarah ikut hadir di Rio untuk menyemangati adiknya, sebelum ia bertugas di Lesbos. Sarah berharap suatu ketika akan menyambut keluarganya yang lain di sana, yang melarikan diri dari Damaskus.
Baca Juga: 20 Calon Anggota KPU Papua Barat Daya Jalani Tes Wawancara, Catat Tanggal Pengumumannya
Saat ini Yusra menjadi duta UNHCR sementara Sarah masih aktif di Lesbos. Untungnya keluarga mereka di Suriah berhasil tinggal di Berlin pada akhirnya.
Nonton film ini cukup menguras air mata saya, membayangkan bagaimana para pengungsi ini berjuang mencapai tanah impian. Perjuangan yang penuh darah dan air mata.
Artikel Terkait
Ammar Zoni Mengaku Beli Sabu di Kampung Boncos
Ammar Zoni Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Narkoba
Sambil Terisak Tangis, Ammar Zoni Sampaikan Permintaan Maaf ke Istri
Tersangka Selebgram Ajudan Pribadi Ditahan Karena Kasus Penipuan
Tipu Temannya Rp1,3 Miliar, Selebgram Ajudan Pribadi Jadi Tersangka
Motif Ekonomi Jadi Alasan Ajudan Pribadi Lakukan Penipuan
Artis Senior Nani Wijaya Tutup Usia
Aston Sorong Wedding Festival Hadirkan Vendor Pernikahan Terbaik
Atlet Bulutangkis Syabda Perkasa Meninggal Dunia Usai Alami Kecelakaan
Ramadhan dan Idul Fitri 2023, Telkomsel Rilis Ragam Produk dan Layanan Digital Terkini