PenaBicara.com - Pemerintah menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14 persen. Dengan angka stunting di tahun 2021 sebesar 24,4 persen maka untuk mencapai target tersebut diperlukan penurunan 2,7 persen di setiap tahunnya.
Hal ini diungkapkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan persnya usai menghadiri Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Strategi Percepatan Penurunan Stunting yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa 11 Januari 2022, secara virtual.
“Targetnya jelas, yaitu menurunkan stunting-nya kita, per tahun 2021 ini kan ada di angka 24,4 persen, itu beliau (Presiden Joko Widodo) harapkan bisa mencapai angka 14 persen di tahun 2024. Hitung-hitungan kami turunnya mesti 2,7 persen per tahun,” ungkap Budi.
Baca Juga: Film Makmum 2, Film Horor yang Seramnya Sampai Tersa Dunia Nyata
Untuk mencapai target tersebut pemerintah melakukan dua intervensi holistik yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Dijelaskan Budi, intervensi spesifik adalah intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum dan di masa kehamilan, yang umumnya dilakukan di sektor kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan merupakan kerja sama lintas sektor.
“Untuk menurunkan stunting, 30 persen bergantung kepada intervensi spesifik (dan) 70 persen bergantung kepada intervensi sensitif,” imbuhnya.
Budi menyampaikan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional akan mengoordinasikan upaya intervensi tersebut dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.
Baca Juga: Penyalin Cahaya, Film yang Menyabet 12 Penghargaan Diterpa Isu Pelecehan Seksual
“Kami di Kementerian Kesehatan membantu Pak Kepala BKKBN konsentrasi yang intervensi spesifik, yang 30 persennya,” imbuhnya.
Lebih jauh Menkes menekankan bahwa intervensi stunting perlu dilakukan sebelum dan setelah kelahiran. Intervensi sebelum kelahiran diperlukan karena berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sekitar 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted akibat kurang gizi selama kehamilan.
Sementara, setelah kelahiran stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan yang diakibatkan kekurangang protein hewani pada makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan.
Baca Juga: Kiprah Ratu Ayu Kencana Wungu dan Kisahnya dengan Damarwulan
Menkes memaparkan, pihaknya melakukan tiga intervensi spesifik sebelum kelahiran. Pertama, pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil serta peningkatan asupan gizi.
“Yang kita lakukan adalah kita sudah mengubah Permenkes yang tadinya hanya memberikan Tablet Tambah Darah (TTD) menjadi mengonsumsi,” imbuhnya.
Artikel Terkait
Indonesia Terima Dukungan 1,5 Juta Vaksin Moderna Dari Pemerintah Amerika Serikat
Vaksin Merah Putih Dipersiapkan Menjadi Booster Di Tahun 2022
Satgas : Vaksin Anak Adalah Perlindungan Ekstra Menghadapi Pandemi
Awas Hoaks Vaksin Sinovac Belum Dilakukan Uji Coba untuk Anak-anak Indonesia
Awas Hoaks Terdapat Cairan Iblis dalam Kandungan Vaksin COVID-19 yang Sebabkan Kematian
Menkes Beberkan Empat Strategi Pemerintah Hadapi Varian Omicron
Komitmen Badan POM Kawal Pengembangan Vaksin Merah Putih
Badan Bahasa Tetapkan Vaksin Sebagai KTI
Cegah Stunting, Kemenag Siapkan Jaringan 5.901 KUA untuk Bimbingan Pra Nikah
Menkes Pastikan Kesiapan RS dan Suplai Oksigen Hadapi Lonjakan Kasus Omicron
Pemerintah Belum Tetapkan Tarif Vaksin Booster
Ketua MPR RI Dukung Pemberian Vaksin Booster Covid-19 Gratis Kepada Seluruh Elemen Masyarakat
BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Darurat Lima Vaksin Sebagai Booster
Menkes: Positivity Rate Kedatangan Luar Negeri 65 Kali Transmisi Lokal
Presiden Minta BKKBN Pastikan Percepatan Penurunan Stunting Tepat Sasaran